A Little Thing
Tulisan ini adalah rangkaian dari novel berjudul "A Thousand Little Things", bab pertama sebagai pengantar dalam rangkaian novel ini, terangkum dalam bab ini...
Untuk Mama, atas semua kalimat berkatnya...
Angelina adalah seorang pemandu dalam sebuah
pameran lukisan internasional yang berada dikota Yogyakarta, tugasnya sangatlah
mudah, setiap undangan yang datang Angelina hanya mengantarkannya ke tempat
lukisan yang dipamerkan, menjawab pertanyaan mereka lalu mundur, membiarkan
para undangan mengamati keindahan lukisan itu. “Ini karya Pablo Picasso” tutur
Angelina, lalu ia bergerak mundur, sembari melihat para undangan berdecak kagum
pada keindahan lukisan itu serta mengajukan beberapa pertanyaan. Ketika mereka
sudah puas mereka beranjak pada mahakarya yang lain, “Ini karya Leonardo Da
Vinci”, lalu ia mundur dan para undangan mencondongkan diri mereka lebih dekat
pada lukisan itu. Angelina sangat bangga dan terlalu senang dengan pekerjaannya
ini.
Keesokkan harinya, seperti biasa Angelina
melanjutkan pekerjaannya menjadi pemandu, dan ya karena terlalu bangga akan
pekerjaannya ia ingin agar pengunjung melihat dan menyanjungnya, ia mengantar
para undangan pada adikarya yang lain, selagi undangan maju untuk melihat
keagungan karya tersebut, Angelina tidak mundur, ia tampak menutupi bingkai
lukisan indah tersebut dan lama kelamaan ia menutupi seluruh lukisan tersebut,
dan yang terjadi Angelina menjadi fokus utama bukan lagi mahakarya lukisan itu.
Mendengar kesalahan itu sang manejer menegur
Angelina, kamu tidak seharusnya menutupi karya itu, karna orang ingin melihat
kemuliaan dari lukisan itu, dan kamu seharusnya menjadi perantara bagi orang
lain untuk menunjukkan keagungan lukisan itu.
“Karena
itu yang penting bukanlah yang menanam
atau yang menyiram, melainkan Allah yang menumbuhkan” ( 1 Korintus 3 : 7 ).
Pekerjaan kita dan kesuksesan bertujuan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan.
Seperti yang dinyanyikan oleh Yohannes “
Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohannes 3: 30).
Jangan sampai kita terjerumus dalam
godaan iblis, kesuksesan yang berasal dari Allah dan jerih payah kita sendiri
meluputkan kita. Godaan yang kuat yang menginkan agar kita menjadi fokus utama,
dan melupakan hal-hal yang membuat kita sukses. Karena, yang terpenting
bukanlah apa yang mereka pikirkan tentang kita, melainkan apa yang mereka
pikirkan tentang Tuhan, karena itulah yang terpenting.
Bagaimana kalau seperti kisah Alice...
Sebuah perusahaan yang terletak di Washington DC, Amerika
Serikat. Perusahaan yang maju ini didirikan oleh keluarga Alice, dan ayahnya
adalah pemimpinnya. Tidak ada satu orang pun yang pernah melihat paras ayah
Alice, tetapi seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan itu mengetahui
kalau Alice adalah anak dari bos mereka. Dan suatu saat Alice pergi keluar
dan menjumpai satpam perusahaan dan berkata “ pak, cepat belikan aku cupcake
karena aku sangat lapar, yang cepat ya pak “, satpam mengatakan “ bu, saya
harus menjaga perusahaan ini, saya harus menjaga ratusan jiwa dalam
perusahaan ini saya tida boleh meninggalkan pos ini bu”. Tapi saya sangat
lapar pak, saya tidak mau tau pokoknya cepat antarkan kekantor saya pak.
Satpam itu tidak dapat berbuat apa-apa, karena ia tahu kalau Alice adalah
anak bosnya, ia meninggalkan posnya dan membeli cupcake untuk Alice.
Disaat perjalanannya menuju kantornya, Alice melihat
seorang perempuan yang membawa setumpuk kertas dan bertanya kepadanya, “bu,
mau diapakan setumpuk kertas ini”, jawabnya “kertas ini akan dijilid bu,
untuk bahan rapat siang ini”. Sekarang letakkan tumpukan kertas ini sekarang,
dan bersihkan kantorku, ada banyak debu disana. ”Tapi tidak bisa bu” jawab
karyawan itu. “Sekarang saya tunggu dikantor ya bu” senggah Alice. Karyawan
tak dapat berbuat apa-apa, ia meletakkan tumpukan kertas itu dan pergi
kekantor Alice.
Semua karyawan di perusahaan itu berpendapat kalau Alice
sangat otoriter dan tidak mempunyai belas kasihan, bagaimana dengan ayahnya ?
Semua
karyawan beranggapan negatif pada bosnya yaitu ayah Alice, sedangkan mereka
belum pernah melihatnya. Perilaku Alice yang buruk seakan mengambarkan sketsa
buruk ayahnya.
Bagaimana kalau seandainya Alice bersikap sebaliknya. Alice
pergi keluar dan menemui satpam itu dan berkata “ bapak pasti pagi-pagi
sekali berangkat ke perusahaan ini, mungkin bapak melewatkan sarapan pagi bapak
hari ini, ini cupcake yang saya bawa dari rumah” memberikan cupcake itu pada
satpam. Saat menuju kantornya Alice melihat seorang perempuan membawa
tumpukan kertas dan bertanya kepadanya “ mau diapakan tumpukan kertas
sebanyak ini bu”, jawab karyawan itu “tumpukan kertas ini akan di jilid bu,
untuk bahan rapat siang ini”. Lalu Alice mengambil beberapa tumpukan kertas
itu dan membantu karyawan itu mengantarkannya kekantor yang lain.
Tanpa harus melihat paras ayah Alice, karyawan sudah
mengetahui kalau perilaku Alice adalah cerminan perilaku ayahnya.
|
Sikap
dan perilaku kehidupan kita yang diciptakan Tuhan dengan budi dan akal, berbuat
dosa, menciptakan perang. Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka
yang tidak terselubung. “Kerena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah
Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang
semakin besar”(2 Korintus 3 : 18). Jadi, yang perlu kita ingat ialah kita
adalah cermin-cermin Tuhan, muliakanlah Dia selamanya.