Translate

Jumat, 01 Mei 2015

A Thousand Little Things #1

A Little Thing


Tulisan ini adalah rangkaian dari novel berjudul "A Thousand Little Things", bab pertama sebagai pengantar dalam rangkaian novel ini, terangkum dalam bab ini...

Untuk Mama, atas semua kalimat berkatnya...


Angelina adalah seorang pemandu dalam sebuah pameran lukisan internasional yang berada dikota Yogyakarta, tugasnya sangatlah mudah, setiap undangan yang datang Angelina hanya mengantarkannya ke tempat lukisan yang dipamerkan, menjawab pertanyaan mereka lalu mundur, membiarkan para undangan mengamati keindahan lukisan itu. “Ini karya Pablo Picasso” tutur Angelina, lalu ia bergerak mundur, sembari melihat para undangan berdecak kagum pada keindahan lukisan itu serta mengajukan beberapa pertanyaan. Ketika mereka sudah puas mereka beranjak pada mahakarya yang lain, “Ini karya Leonardo Da Vinci”, lalu ia mundur dan para undangan mencondongkan diri mereka lebih dekat pada lukisan itu. Angelina sangat bangga dan terlalu senang dengan pekerjaannya ini.
Keesokkan harinya, seperti biasa Angelina melanjutkan pekerjaannya menjadi pemandu, dan ya karena terlalu bangga akan pekerjaannya ia ingin agar pengunjung melihat dan menyanjungnya, ia mengantar para undangan pada adikarya yang lain, selagi undangan maju untuk melihat keagungan karya tersebut, Angelina tidak mundur, ia tampak menutupi bingkai lukisan indah tersebut dan lama kelamaan ia menutupi seluruh lukisan tersebut, dan yang terjadi Angelina menjadi fokus utama bukan lagi mahakarya lukisan itu.
Mendengar kesalahan itu sang manejer menegur Angelina, kamu tidak seharusnya menutupi karya itu, karna orang ingin melihat kemuliaan dari lukisan itu, dan kamu seharusnya menjadi perantara bagi orang lain untuk menunjukkan keagungan lukisan itu.

“Karena itu  yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang menumbuhkan” ( 1 Korintus 3 : 7 ). Pekerjaan kita dan kesuksesan bertujuan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Seperti yang  dinyanyikan oleh Yohannes “ Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohannes 3: 30).

Jangan sampai kita terjerumus dalam godaan iblis, kesuksesan yang berasal dari Allah dan jerih payah kita sendiri meluputkan kita. Godaan yang kuat yang menginkan agar kita menjadi fokus utama, dan melupakan hal-hal yang membuat kita sukses. Karena, yang terpenting bukanlah apa yang mereka pikirkan tentang kita, melainkan apa yang mereka pikirkan tentang Tuhan, karena itulah yang terpenting.

Bagaimana kalau seperti kisah Alice...


Sebuah perusahaan yang terletak di Washington DC, Amerika Serikat. Perusahaan yang maju ini didirikan oleh keluarga Alice, dan ayahnya adalah pemimpinnya. Tidak ada satu orang pun yang pernah melihat paras ayah Alice, tetapi seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan itu mengetahui kalau Alice adalah anak dari bos mereka. Dan suatu saat Alice pergi keluar dan menjumpai satpam perusahaan dan berkata “ pak, cepat belikan aku cupcake karena aku sangat lapar, yang cepat ya pak “, satpam mengatakan “ bu, saya harus menjaga perusahaan ini, saya harus menjaga ratusan jiwa dalam perusahaan ini saya tida boleh meninggalkan pos ini bu”. Tapi saya sangat lapar pak, saya tidak mau tau pokoknya cepat antarkan kekantor saya pak. Satpam itu tidak dapat berbuat apa-apa, karena ia tahu kalau Alice adalah anak bosnya, ia meninggalkan posnya dan membeli cupcake untuk Alice.
Disaat perjalanannya menuju kantornya, Alice melihat seorang perempuan yang membawa setumpuk kertas dan bertanya kepadanya, “bu, mau diapakan setumpuk kertas ini”, jawabnya “kertas ini akan dijilid bu, untuk bahan rapat siang ini”. Sekarang letakkan tumpukan kertas ini sekarang, dan bersihkan kantorku, ada banyak debu disana. ”Tapi tidak bisa bu” jawab karyawan itu. “Sekarang saya tunggu dikantor ya bu” senggah Alice. Karyawan tak dapat berbuat apa-apa, ia meletakkan tumpukan kertas itu dan pergi kekantor Alice.
Semua karyawan di perusahaan itu berpendapat kalau Alice sangat otoriter dan tidak mempunyai belas kasihan, bagaimana dengan ayahnya ?
Semua karyawan beranggapan negatif pada bosnya yaitu ayah Alice, sedangkan mereka belum pernah melihatnya. Perilaku Alice yang buruk seakan mengambarkan sketsa buruk ayahnya.

Bagaimana kalau seandainya Alice bersikap sebaliknya. Alice pergi keluar dan menemui satpam itu dan berkata “ bapak pasti pagi-pagi sekali berangkat ke perusahaan ini, mungkin bapak melewatkan sarapan pagi bapak hari ini, ini cupcake yang saya bawa dari rumah” memberikan cupcake itu pada satpam. Saat menuju kantornya Alice melihat seorang perempuan membawa tumpukan kertas dan bertanya kepadanya “ mau diapakan tumpukan kertas sebanyak ini bu”, jawab karyawan itu “tumpukan kertas ini akan di jilid bu, untuk bahan rapat siang ini”. Lalu Alice mengambil beberapa tumpukan kertas itu dan membantu karyawan itu mengantarkannya kekantor yang lain.
Tanpa harus melihat paras ayah Alice, karyawan sudah mengetahui kalau perilaku Alice adalah cerminan perilaku ayahnya.

Sikap dan perilaku kehidupan kita yang diciptakan Tuhan dengan budi dan akal, berbuat dosa, menciptakan perang. Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. “Kerena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar”(2 Korintus 3 : 18). Jadi, yang perlu kita ingat ialah kita adalah cermin-cermin Tuhan, muliakanlah Dia selamanya.