Translate

Selasa, 02 Juni 2015

A Thousands Little Things #2


Bernyanyi “Instrument dan Nada yang Menenangkan” 


Johann Sebastian Bach, Wolfgang Amadeus Mozart, dan Ludwig Van Beethoven. Ketiga komposer legendaris sangat berperan besar terhadap perkembangan musik di zaman modern ini. Begitu banyak sejarah yang dilakoni oleh ketiga komposer handal ini.
Hanya beberapa buku yang sudah saya baca yang memaparkan peran musik Mozart bagi psikologi anak, dan beberapa portofolio saya membahas tentang pengaruh musik Mozart bagi anak dan psikologinya. Instrument-instrument yang dicipkan oleh Mozart mampu mencerdaskan anak, bagaimana mungkin ? Pertanyaan ini sangat mudah untuk dijawab, ketika instrument yang sangat megah dan bervariasi, seketika itulah molekul-molekul otak anak berkembang dengan sangat baik. Apabila instrument-instrument ini selalu diperdengarkan oleh anak, maka anak lebih kreatif dan berkembang dengan cepat. Intinya kedisiplinan dalam memperdengarkan berbagai instrument Mozart inilah yang menjadi kunci utamanya.
Selain daripada mengembangkan psikologi anak, instrument-instrument yang diciptakan oleh Mozart mampu menyembukan orang yang sakit. Karena sikap yang menenangkan dan menyejukkan hati yang disaji oleh Mozart, mampu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sangatlah beruntung bagi seseorang dalam mengetahui informasi ini, meskipun yang saya tuturkan hanya beberapa manfaat yang nyata dan disarankan oleh para ahli maupun dokter.
Penggambaran instrument inilah yang diilustrasikan untuk menggambarkan betapa besarnya kuasa suara hati manusia yang mengandung agape. Karena dasarnya cinta itu adalah kekal, cinta agape yang sempurna, tanpa cinta apalah dunia ini. Begitu lembut ketika suara hati berbicara, sungguh lembut cinta memanggil, yang sesat diberikan undangan untuk kembali kejalan mulia, Dia selalu prihatin dalam menunggu, menunggu aku dan kau, Dialah Yesus. Tuhan kita.

Jumat, 01 Mei 2015

A Thousand Little Things #1

A Little Thing


Tulisan ini adalah rangkaian dari novel berjudul "A Thousand Little Things", bab pertama sebagai pengantar dalam rangkaian novel ini, terangkum dalam bab ini...

Untuk Mama, atas semua kalimat berkatnya...


Angelina adalah seorang pemandu dalam sebuah pameran lukisan internasional yang berada dikota Yogyakarta, tugasnya sangatlah mudah, setiap undangan yang datang Angelina hanya mengantarkannya ke tempat lukisan yang dipamerkan, menjawab pertanyaan mereka lalu mundur, membiarkan para undangan mengamati keindahan lukisan itu. “Ini karya Pablo Picasso” tutur Angelina, lalu ia bergerak mundur, sembari melihat para undangan berdecak kagum pada keindahan lukisan itu serta mengajukan beberapa pertanyaan. Ketika mereka sudah puas mereka beranjak pada mahakarya yang lain, “Ini karya Leonardo Da Vinci”, lalu ia mundur dan para undangan mencondongkan diri mereka lebih dekat pada lukisan itu. Angelina sangat bangga dan terlalu senang dengan pekerjaannya ini.
Keesokkan harinya, seperti biasa Angelina melanjutkan pekerjaannya menjadi pemandu, dan ya karena terlalu bangga akan pekerjaannya ia ingin agar pengunjung melihat dan menyanjungnya, ia mengantar para undangan pada adikarya yang lain, selagi undangan maju untuk melihat keagungan karya tersebut, Angelina tidak mundur, ia tampak menutupi bingkai lukisan indah tersebut dan lama kelamaan ia menutupi seluruh lukisan tersebut, dan yang terjadi Angelina menjadi fokus utama bukan lagi mahakarya lukisan itu.
Mendengar kesalahan itu sang manejer menegur Angelina, kamu tidak seharusnya menutupi karya itu, karna orang ingin melihat kemuliaan dari lukisan itu, dan kamu seharusnya menjadi perantara bagi orang lain untuk menunjukkan keagungan lukisan itu.

“Karena itu  yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang menumbuhkan” ( 1 Korintus 3 : 7 ). Pekerjaan kita dan kesuksesan bertujuan untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Seperti yang  dinyanyikan oleh Yohannes “ Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohannes 3: 30).

Jangan sampai kita terjerumus dalam godaan iblis, kesuksesan yang berasal dari Allah dan jerih payah kita sendiri meluputkan kita. Godaan yang kuat yang menginkan agar kita menjadi fokus utama, dan melupakan hal-hal yang membuat kita sukses. Karena, yang terpenting bukanlah apa yang mereka pikirkan tentang kita, melainkan apa yang mereka pikirkan tentang Tuhan, karena itulah yang terpenting.

Bagaimana kalau seperti kisah Alice...


Sebuah perusahaan yang terletak di Washington DC, Amerika Serikat. Perusahaan yang maju ini didirikan oleh keluarga Alice, dan ayahnya adalah pemimpinnya. Tidak ada satu orang pun yang pernah melihat paras ayah Alice, tetapi seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan itu mengetahui kalau Alice adalah anak dari bos mereka. Dan suatu saat Alice pergi keluar dan menjumpai satpam perusahaan dan berkata “ pak, cepat belikan aku cupcake karena aku sangat lapar, yang cepat ya pak “, satpam mengatakan “ bu, saya harus menjaga perusahaan ini, saya harus menjaga ratusan jiwa dalam perusahaan ini saya tida boleh meninggalkan pos ini bu”. Tapi saya sangat lapar pak, saya tidak mau tau pokoknya cepat antarkan kekantor saya pak. Satpam itu tidak dapat berbuat apa-apa, karena ia tahu kalau Alice adalah anak bosnya, ia meninggalkan posnya dan membeli cupcake untuk Alice.
Disaat perjalanannya menuju kantornya, Alice melihat seorang perempuan yang membawa setumpuk kertas dan bertanya kepadanya, “bu, mau diapakan setumpuk kertas ini”, jawabnya “kertas ini akan dijilid bu, untuk bahan rapat siang ini”. Sekarang letakkan tumpukan kertas ini sekarang, dan bersihkan kantorku, ada banyak debu disana. ”Tapi tidak bisa bu” jawab karyawan itu. “Sekarang saya tunggu dikantor ya bu” senggah Alice. Karyawan tak dapat berbuat apa-apa, ia meletakkan tumpukan kertas itu dan pergi kekantor Alice.
Semua karyawan di perusahaan itu berpendapat kalau Alice sangat otoriter dan tidak mempunyai belas kasihan, bagaimana dengan ayahnya ?
Semua karyawan beranggapan negatif pada bosnya yaitu ayah Alice, sedangkan mereka belum pernah melihatnya. Perilaku Alice yang buruk seakan mengambarkan sketsa buruk ayahnya.

Bagaimana kalau seandainya Alice bersikap sebaliknya. Alice pergi keluar dan menemui satpam itu dan berkata “ bapak pasti pagi-pagi sekali berangkat ke perusahaan ini, mungkin bapak melewatkan sarapan pagi bapak hari ini, ini cupcake yang saya bawa dari rumah” memberikan cupcake itu pada satpam. Saat menuju kantornya Alice melihat seorang perempuan membawa tumpukan kertas dan bertanya kepadanya “ mau diapakan tumpukan kertas sebanyak ini bu”, jawab karyawan itu “tumpukan kertas ini akan di jilid bu, untuk bahan rapat siang ini”. Lalu Alice mengambil beberapa tumpukan kertas itu dan membantu karyawan itu mengantarkannya kekantor yang lain.
Tanpa harus melihat paras ayah Alice, karyawan sudah mengetahui kalau perilaku Alice adalah cerminan perilaku ayahnya.

Sikap dan perilaku kehidupan kita yang diciptakan Tuhan dengan budi dan akal, berbuat dosa, menciptakan perang. Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. “Kerena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar”(2 Korintus 3 : 18). Jadi, yang perlu kita ingat ialah kita adalah cermin-cermin Tuhan, muliakanlah Dia selamanya.

Senin, 08 Desember 2014

The Power Of Music



Memanfaatkan Kekuatan Musik Bagi Psikologi Anak




II.                Latar Belakang

Psikologi dan kecerdasan anak dioptimalkan sejak bayi tersebut didalam kandungan sang ibu. Melalui musik yang didengarkan ibunya, menurut penelitian oleh para ahli dan dokter spesialis disarankan seorang ibu mendengarkan musik, terutama instrument-instrument oleh W.A. Mozart. Musik atau instrument karya W.A. Mozart dapat membuat seorang bayi tenang, selain daripada suara denyut jantung sang ibu.
Musik dapat mengusir kesedihan dan menghibur jiwa hanya dengan sekejab saja. Menyemangati seseorang berawal dari dalam diri seseorang [2]. Musik juga dapat membuat jiwa kekanak-kanak seseorang bermain, dan secara spontan seseorang akan mengekspresikan dirinya. Dalam diri anak yang masih kecil pada dasarnya mempunyai rasa percaya diri yang alami. Musik adalah salah satu faktor dalam pengembangan rasa percaya diri itu sendiri [3].
Banyak filsuf, dokter, ahli pendidikan, dan ahli teologia memberikan pandangan tentang anak dan perkembangannya, latar belakang perkembangannya, serta pengaruh lingkungan bagi psikologi anak. John Locke adalah seorang filsuf yang mengemukakan pendapat bahwa pendidikan adalah faktor yang paling berpengaruh bagi perkembangan anak dan musik adalah faktor dasar dalam pengembangan jiwa anak [4].
Masa dimana seseorang anak itu dapat dimaksimalkan psikologinya, yaitu antara rentang masa pra lahir hingga masa anak (10-14 tahun). Perkembangan anak harus dioptimalkan dalam rentang usia itu, melalui pendidikan sosial, musik, dll. Proses belajar dalam perkembangan anak mempengaruhi perilaku/tingkah laku anak ke masa selanjutnya, yaitu masa remaja. Memanfaatkan kekuatan musik untuk mengembangkan psikologi selama masa kanak-kanak, sangat berdampak positif. Sehingga, seorang anak dapat secara perlahan-lahan tidak terlalu tergantung pada ibu dan lingkungan sosialnya. Seorang anak sedikit demi sedikit mulai mampu memenuhi kebutuhannya dari masa pembelajarannya selama kanak-kanak [5].

III.             Skopus (ruang lingkup penelitian)

Dengan memperdengarkan musik karya “W.A. Mozart – Sonata For Two Pianos in D Major” selama sepuluh menit meningkatkan IQ seorang anak secara segnifikan yang dilakukan seorang ahli pada penelitiannya di salah satu sekolah di California. Setelah itu, ada juga disalah satu rumah sakitvdi Baltimore yang memperdengarkan musik klasik bagi pada ibu yang sedang mengandung, dan menurut Dr. Raymond Bahr dengan memperdengarkan musik klasik dapat memperkuat jantung ibu dan anak didalam kandungannya, dll [6]. Semua penelitian yang dilakukan oleh para ahli memfokuskan pada memperdengarkan musik klasik bagi seorang anak sejak dalam kandungan sangat baik untuk memperkuat kesehatan jasmani maupun rohani seorang anak.
Sistem musik merupakan program yang sangat berhasil diberbagai negara Eropa, salah satu contoh di Amerika Serikat. Dengan musik anak-anak di Amerika Serikat menjadi fokus dengan pekerjaan yang ada didepannya [7].

IV.             Maksud dan Tujuan Penulisan

Musik sangat berperan penting dalam pengembangan psikologi anak. Tanpa musik dapat diibaratkan seperti batu bata yang berserakan menunggu seseorang membangunnya menjadi sebuah ruang yang lebih konstruktif. Dalam membangun sebuah ruang ini sangat dibutuhkan dasar yang kokoh. Oleh karena itulah, para ahli sangat menganjurkan kepada ibu hamil untuk mendengarkan musik karya W.A. Mozart.
Dalam pembahasan ini tujuan penulisan “Memanfaatkan Kekuatan Musik Bagi Psikologi Anak” adalah untuk memperkokoh jiwa seorang anak dari awalnya sekali dan  mengembangkan tingkah laku dan menyehatkan kondisi jiwa/rohani anak. Agar setiap anak dapat dengan lebih mudah mengembangkan potensi dalam dirinya dengan optimal. Selain itu, perkembangan moral anak dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan aturan-aturan dalam lingkungan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik.

V.                Hipotesis

Menurut pandangan saya dari hasil membaca buku tentang anak, musik, psikologi, dan hubungannya, yaitu kehidupan seorang anak hingga menjadi dewasa diperlukan dasar yang teguh, dan psikologi yang kuat. Melalui musik klasik kedua-duanya dapat dilakukakan dengan mudah, manfaat yang ‘diberi’ oleh musik klasik itu sendiri sangat banyak. Bukan hanya pada psikologi anak, tetapi juga dapat meningkatkan kecerdasan anak, menenangkan pikiran, menyemangati jiwa, memperkuat jantung, menyembuhkan penyakit, dan masih banyak lagi.
Dalam perkembangan psikologinya seorang anak dapat dengan mudah menuju masa remaja dengan pegangan yang kuat dari hasil pengoptimalan hasil belajar selama masa kanak-kanak. Dan dengan psikologi yang kuat ini seorang anak dalam perkembangannya akan menaati aturan-aturan dan selaras dengan pengetahuannya.


VI.             Daftar Pustaka

Campbell, Don
2001                                                    EFEK MOZART ( Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas, dan Meyehatkan Tubuh), Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Coles, Robert
2000                                                    Menumbuhkan Kecerdasan Moral pada Anak, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gottman, John & DeClaire, Juan
2004                                                    Mengasuh Anak Dengan Hati, Yogyakarta : Prisma Media.
Kantjono, T, Alex
2003                                                    Mengajarkan Emotional, dan Intelligence Pada Anak, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Stewart, Kathryn
2002                                                    Helping A Child with Nonverbal Learning Disorder or Asperger’s Syndrome, Oakland : New Harbinger Publications, Inc.
Snowman & Biehler
1990                                                    Psychology Applied to Teaching, U.S.A. : Houghton Mifflin Company
Wibowo, Janu
2003                                                    Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.






[1] Lih. Don Campbell, Efek Mozart, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : hal. 79-85.
[2] Lih. Don Campbell, Efek Mozart, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : hal. 75.
[3] Lih. Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta : hal. 45-46.
[4] Lih. Snowman & Biehler, Psychology Applied to Teaching, Houghton Mifflin Company, U.S.A : hal. 173-174
[5] Lih. Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta : hal. 60.
[6] Lih. Don Campbell, Efek Mozart, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : hal. 157-160.
[7] Lih. Kathryn Stewart, Ph.D., Anakku Mudah Panik & Fobia, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta : hal. 192.

Aγιότητα Καρδιάς - Kesucian Hati

Tri Joel Putra Simanullang




Kesucian Hati
(Markus 7 : 1-23)


1.      PENDAHULUAN
Beberapa kelompok orang dari Yerusalem datang menemui Yesus untuk memeriksa ajaranNya. Kelompok Farisi yang mau menjalankan hukum Taurat dengan sangat teliti; kelompok ahli Taurat yang mempunyai jabatan pengajar agama. Kelompok ini menekankan adat istiadat nenek moyang. Adat istiadat nenek moyang dalam pemahaman orang Israel, berarti peraturan-peraturan tambahan yang ditambahkan kepada hukum-hukum yang ditulis dalam Perjanjian Lama.[1] Unsur yang akan diangkat dalam pembahasan ini adalah Kesucian Hati. Perikop ini menggambarkan bahwa hati orang Farisi dan ahli-ahli Taurat adalah jauh dari Tuhan, dengan melakukan adat-istiadat nenek moyang mereka menutup hatinya dalam terang perintah Tuhan.

2. PEMBAHASAN

I. Pengantar Injil Markus
            Persoalan sumber Injil Sinoptik, Robert H. Stein melaporkan berdasarkan data bahwa 97.20 persen dari kata-kata dalam Injil Markus sejajar dengan Injil Matius dan 88.4 persen sejajar dengan Injil Lukas.[2] Kemudian, terdapat suatu temuan yang mengesankan akan Injil Markus sebagai kristologi theios aner (manusia Ilahi). Dalam konsep kristologi itu Yesus ditampilkan sebagai Juruslamat Ilahi dalam rupa manusia. Yang terlibat dalam pembuatan mujizat di antara manusia. Yesus merupakan kombinasi antara yang Ilahi dengan yang manusiawi. Ia mempunyai hikmat, wibawa, dan pengetahuan supranatural yang diungkapkan secara selektif akan wahyu Ilahi kepada orang-orang pilihan
(bnd. Mrk.4:33-34 [3]).[4] Markus menyajikan tema ‘rahasia Mesianis’ ini dengan tiga struktur gaya yang terjalin erat.[5] Rangkaian historis, yang akan menunjukkan suatu sejarah Yesus, yang memberikan suatu laporan yang dapat dibuktikan secara historis tentang sifat Mesianis dalam diri-Nya.
Papias[6] sama sekali tidak merasa sangsi bahwa Markus adalah penulis Injil Markus. Nama Markus banyak dipakai pada zaman pertengahan abad pertama. Markus yang dimaksud ialah Yohanes Markus, ibunya bernama Maria (Kis. 12:12-13). Yohanes Markus adalah tokoh yang terkemuka dalam lingkungan kerja Paulus dan lingkungan kegiatan Petrus. Salah satu contoh, ketika Yohanes Markus diajak oleh Barnabas dan Paulus untuk menjadi teman seperjalanan ke Antiokhia (Kis. 12:25; 13:5,13); Paulus minta tolong kepada Timotius supaya menjemput Markus dan mengajaknya untuk mengunjungi Paulus (2 Tim. 4:11)[7], dan sebagainya.[8]
            Tentang pertanyaan kapan Injil Markus ditulis ? Penafsir belum mendapatkan waktu penulisan dengan secermat mungkin. Kemungkinan terbesar, Injil Markus ditulis tidak lama sebelum kejatuhan Yerusallem, sekitar tahun 64-68 M.[9]
Berdasarkan pendapat G. Zunz, akan penasirannya terhadap Markus 13:14 – bahwa Injil Markus ditulis tahun 61 M; Dengan nas yang sama, M. Hengel berkesimpulan bahwa Markus ditulis tahun 67-69 M.[10] Pada tahun 1972, seorang Papirolog[11] bernama O’Callaghan (Spanyol) – sampai pada kesimpulan bahwa Injil Markus sudah ditulis sekitar tahun 50 M. Pendapat ini didasarkan dengan ditemukannya fragmen-fragmen Injil Markus milik kelompok Qumran (tegasnya di gua nomor 7).[12]
II. Analisis Literaris
            Perikop Markus 7:1-23, berdiri dari kesatuan yang terpadu. Perikop ini merupakan suatu bagunan yang dilengkapi dari tiga struktur utama. Ketiga struktur berdiri secara berhubungan hingga terbentuk bagunan yang mengangkat Kesucian Hati. Ketiga struktur yang membagun bagunan ini, antara lain :[13]
-          Pertanyaan dalam hal makan dengan tangan najis (7:1-5)
-          Jawaban yang bernada kenabian (7:6-13)
-          Ajaran Mesias (7:14-23)
Secara struktur, perikop ini ditujukan kepada – (1-13) Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat; (14-16) Khalayak ramai; (17-23) Murid-murid.[14]
Secara garis besar, keseluruhan bagunan kitab Markus memiliki lima struktur utama. Ke-lima struktur ini mengikutsertakan Markus 16:9-20, sebagai penutup kitab Markus. Struktur-struktur tersebut, antara lain:[15]
-          Permulaan Injil tentang Anak Allah (1:1-13),
-          Sang Kristus di Galilea (1:14-8:26),
-          Anak Manusia dalam perjalanan menuju penderitaan (8:27-14:42),
-          Diserahkan ke tangan manusia (14:43-16:8),
-          Kebangkitan dan pemberitaan Injil ke seluruh dunia (16:9-20).
Meskipun, dalam beberapa naskah[16] memandang kitab Markus terdiri atas empat struktur utama, dengan pasal 16:8 sebagai penutup kitab Markus.[17] Termasuk keterangan dalam bagian ‘An Introduction’ dalam buku Word Biblical Commentary dalam menyusun kronologi kitab Markus.[18] Kemudian, Willi Marxen memberikan keterangan khusus terhadap penutup kitab Markus, dan berpendapat bahwa pasal 16:8 sebagai penutup.[19]

III. Analisis Sastra

Jenis Sastra Injil Markus berbentuk narasi, narasi dari Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis hingga Kenaikan Yesus. Injil Markus yang kita miliki berbahasa Yunani. Setelah proses penelitian berlanjut, abad ke-20, bahasa Yunani tersebut sering dianggap canggung. Karena bahasa Markus dipengaruhi gaya bahasa Semit (tegasnya bahasa Aram). Seorang ahli H.P. Ruger, mencatat bahwa jumlah perkataan bahasa Aram dalam Injil Markus cukup besar. Kekhasan Injil Markus dalam Bahasa Aram terlihat dari ucapan Yesus sendiri, contohnya:[20]
-          Abba (14:36). Matius dan Lukas tidak memakaian kata Aram ini, yang artinya “Bapa”.
-          Boanerges (3:17). Julukan kepada Yakobus dan Yohanes, yang artinya “anak-anak guruh”.
-          Effatha (7:34). Kitab-kitab Injil lainnya tidak membawakan kisah penyembuhan orang tuli ini, artinya “terbukalah”.
-          Talitha koem(i) (5:41). Matius (9:25) hanya mencatat bahwa Yeus membangkitkan putri Yairus, Lukas (8:54) juga mencatat perkataan Yesus (“Hai anak, bagunlah!”). Hanya Markus yang menegaskan bahwa Yesus mengatakannya dalam Bahasa Aram, artinya “Hai anak, aku berkata kepadamu, bangunlah!”.
Dapat ditarik sebuah dua kesimpulan yang menarik dan unik, dari bahasa yang digunakan Yesus dalam Injil Markus ini. Pertama, ketika berhadapan dengan khalayak ramai Yesus memakai Bahasa Yunani. Kedua, dalam keadaan emosional kadang-kadang Yesus kembali memakai bahasa Aram, dan ke-empat peristiwa tersebut diatas hanya dihadiri oleh kedua belas murid.
IV. Terjemahan Harfiah
1.      Dan sekelompok orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui-Nya.
2.      Lalu mereka melihat beberapa murid-murid-Nya itu tangannya tidak dibasuh, untuk makan roti mereka.
3.      Karena orang-orang Farisi dan seluruh orang-orang Yahudi, jika tidak mencuci tangan mereka tidak makan, mereka mengenggam tradisi nenek moyang mereka.
4.      Dan jika sebelumnya dari pasar, mereka tidak makan sebelum membasuh diri mereka, dan banyak lagi genggaman lainnya yang mereka terima, mencuci cawan dan kendi dan peralatan-peralatan tembaga.
5.      Lalu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bertanya kepada-Nya: Kenapa para murid tidak berjalan sesuai dengan tradisi para nenek moyang, melainkan makan roti dengan tangan najis?
6.      Tetapi jawab-Nya: Benarlah nubuat nabi Yesaya tentang kamu orang-orang munafik, sebagaimana telah tertulis, karena bangsa ini menghormati Aku dengan bibir mereka tetapi hati mereka jauh untuk menerima Aku.
7.      Dengan sia-sia mereka beribadah kepada-Ku, tetapi mengajarkan ajaran (perintah) manusia.
8.      Perintah Allah telah kamu abaikan untuk mengenggam tradisi manusia.
9.      Dan berkatalah Dia: Benarlah kamu sekalian menolak perintah Allah, hanya untuk berdiri dengan tradisimu.
10.  Karena Musa telah berkata: hormatilah ayahmu dan ibumu, dan yang berbicara jahat kepada ayah dan ibunya harus mati.
11.  Tetapi kamu berkata: jika seorang berkata kepada ayah atau ibunya: yang ada padaku sudah digunakan untuk Korban, pemberian kepadaNya
12.  Dengan itu kamu membiarkan untuk tidak berbuat sesuatu kepada ayah atau ibumu.
13.  Dengan itu Firman Allah kamu khianati demi tradisi kamu. Dan banyak hal seperti itu yang kamu lakukan.
1       14.  Lalu memanggil lagi orang banyak dan berkatalah Dia kepada mereka: semuanya               dengarlah Aku dan mengertilah.
15.  Tidak ada yang dari luar yang telah masuk ke dalam seseorang mampu menajiskannya, melainkan yang keluar dari seseorang yang membuatnya najis.
16.  Jika seseorang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar.[21]
17.  Lalu ketika Dia pergi dari orang banyak masuk ke dalam sebuah rumah, murid-murid bertanya kepada-Nya tentang perumpamaan itu.
18.  Lalu Dia menjawab: Dan apakah kamu tidak mengerti ? tidak mengertikah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak bisa membuatnya najis,
19.  Karena bukan yang masuk ke dalam hati melainkan ke dalam perut, lalu dibuang ke kakus? Dia menyatakan semua makanan halal.
20.  Tetapi Dia berkata: Bahwa yang keluar dari seseorang, yang membuat seseorang menjadi najis.
21.  Karena dari dalam dari hati seseorang keluar pikiran-pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,
22.  Perzinahan, iri hati, kejahatan, hawa nafsu, keserakahan (tidak bermoral), penghujatan, kesombongan, kebebalan.
23.  Semua kejahatan ini berasal dari dalam, yang menajiskan seseorang.
IV. Tafsiran
A.     Pertanyaan dalam hal makan dengan tangan najis (7:1-5)
Dua kelompok orang secara bersama-sama (suna,gontaidatang menemui Yesus, yaitu orang Farisi dan beberapa Ahli Taurat.
Pertanyaan yang mereka bawa dari Yerusalem merupakan langkah menuju pendakwaan terhadap Yesus. Sebelumnya, mereka memfitnah Yesus, seakan-akan memiliki hubungan dengan Beelzebul (Mrk. 3:22). Mereka menyaksikan (bahkan mengecam) penyembuhan orang lumpuh (Mrk. 2:7; Luk. 5:17). Orang Farisi juga sudah membuka jalan menuju proses pengadilan, mengangkat persoalan hari Sabat (Mrk. 2:24; 3:2). Kemudian, tindakan orang Farisi di Galilea ini menghasilkan suatu persekongkolan dengan orang Herodian (Mrk. 3:6), guna untuk membunuh Yesus.[22]
Kemudian, rangkaian drama ini dilanjutkan pada (8: 11-13) – orang Farisi yang bersoal jawab dengan Yesus, agar Yesus memberikan tanda dari Surga. Kemudian, dilanjutkan penjelasan tentang Ragi yang mengibaratkan sifat Orang Farisi dan Herodes (8: 14-21).[23]
Teguran kaum Farisi kepada murid Yesus sewaktu makan roti (a;rtoujtidak tampak dalam LAI), mereka makan roti dengan ‘tangan biasa’, ‘lazim’ (koinai/j). Penjelasan ini ditambahkan ‘yang tidak dibasuh’. Dengan mencuci, tangan seolah-olah “dikhususkan” agar dapat menyentuh makanan. Dengan kata sifat biasa/najis (koinoj), menjalin hubungan ayat ini dengan perkataan Yesus mengenai segala sesuatu yang “menajiskan” manusia (7:15-23).[24]
Pandangan orang Yahudi, melakukan tradisi ‘mencuci tangan’ tidak mempunyai hubungan dengan kesehatan tubuh, melainkan menjadi bersih dari kenajisan yang mungkin disentuh. Kenajisan itu dijauhkan dengan membasuh tangan, sehingga mereka tetap bersih dihadapan Tuhan.[25]
 Markus menuliskan tradisi ‘mencuci tangan’ oleh orang Farisi ditaati oleh seluruh orang Yahudi yang datang ke Yerusalem, bukan seluruh orang Yahudi di seluruh dunia. Pendengar sebahagian besar tidak termasuk bangsa Yahudi, tetapi mengenal Kitab Suci, yaitu hukum Taurat dan kitab-kitab para nabi. Tetapi, kurang mengenal tradisi nenek moyang guna merangsang hidup sesuai dengan hukum Musa. Maka, ayat 3-4 diberi keterangan tambahan akan tradisi nenek moyang tersebut.[26]
Booth mengadakan penelitian luas mengenai kebiasaan ini, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan tidak di sebut dalam sumber mengenai agama Yahudi dalam abad pertama M.[27] Pendapat ini juga didukung oleh Nico Ter Linden. Linden berpendapat bahwa Kaum Farisi menjadikan ‘mencuci tangan’ sebagai aturan sehari-hari, tradisi ini bukan tradisi tua. Tradisi ini dikhususkan bagi para musafir dalam perjalanan menuju rumah ibadat.[28]
Pertanyaan orang Farisi mempersalahkan para murid karena tidak menaati adat istiadat nenek moyang. Dalam hal ini, orang Farisi menjadikan ukuran manusia (adat-istiadat) menjadi pedoman dalam mengukur Yesus.[29]
B.      Jawaban yang bernada kenabian (7:6-13)
Jawaban Yesus tidak langsung menanggapi pertanyaan kaum Farisi, melainkan di latar belakangi ‘bahwa situasi yang dihadapi Yesus membuat penggenapan akan nubuat nabi Yesaya’.
Sikap ini Yesus tidak hanya ditujukan kepada para pemimpin yang bersandiwara itu (orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat) –yang memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku (7:6b).[30]
Mereka adalah u`pokrithj – Orang-orang munafik, mereka sangat menggelegar dengan perkataan-perkataan yang sangat saleh. Memainkan peran yang sangat mulia namun semuanya adalah keburukan yang disembunyikan. Sesuatu hal, yang masih teka-teki atau belum jelas digambarkan melalui tindakan. Orang-orang munafik mendapat kegagalan untuk melakukan kehendak Allah, mereka bersembunyi dengan perilaku kesalehan.[31]
Yesaya 29:13 adalah kata pembukaan sebuah pengumuman mengenai hukuman yang akan menimpa para nabi dan para pelihat (Yes. 29:10). Mereka adalah pemimpin yang matanya dibutakan. Dengan memiliki pimpinan yang demikian, yang “hikmatnya hilang” dan “kearifannya tersembunyi”, merupakan hukuman yang dikenakan kepada bangsa yang memuliakan Tuhan hanya atas tradisi/perintah manusia (Yes. 29:14).[32] Kitab Yesaya ini sejalan dengan situasi yang dialami Yesus saat itu, ketika Yesus mencela ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Para ahli Taurat dan orang Farisi mendatangi Yesus dan mengecam dengan menjadikan landasan tradisi mereka sebagai jerat bagi-Nya.[33]
Perintah Allah yang dimaksud, bukan (nomojatau perintah-perintah (plural). Melainkan (evntolh.n – singular), yang mengacu pada perintah Allah yang terutama. Perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.[34]
            Titah kelima diakui oleh orang Farisi dan ahli Taurat. Menurut ajaran mereka (11-12), harta yang dapat digunakan untuk mengasihi orang tua tidak perlu diberikan, asal mereka mempersembahkankannya kepada Tuhan dengan mengucapkan kata kurban (persembahan kepada Allah).[35]
Kata Kurban (Mrk. 7: 9-13); (Mat. 15:3-6). Yesus, dituduh melanggar 'tradisi (parado,sijdari para tua-tua' dengan tidak mengharuskan muridnya untuk mencuci tangan mereka (7:5), menanggapi dengan mengatakan bahwa 'tradisi' dari para ahli Taurat dan orang Farisi memungkinkan pelanggaran yang ditulis: Alkitab memerintahkan menghormati ayah dan ibu, tetapi tradisi mereka memungkinkan anak untuk memberitahukan kepada orang tuanya bahwa uang atau harta mereka berati Kurban bagi Allah. Ini berarti setiap anak berutang kepada kuil.[36]
“Banyak hal seperti itu” dilakukan oleh orang Farisi dan ahli Taurat (13). Dengan demikian firman Allah mereka batalkan (avkurou/ntejbnd. Gal. 3:17) melalui “adat-istiadat (th/| parado,seiyang diwariskan (h-| paredw,kate)”. Acuan ganda yang memakai dua kali dari rumpun yang sama – menonjolkan prioritas adat-istiadat manusia terhadap hormat bagi Tuhan. Sesuai dengan nubuat Yesaya – pemimpin buta seperti itu merupakan hukuman Allah yang ditimpakan kepada bangsa yang menghormati Allah hanya dengan bibir, dan yang menjauhkan hati dari ajaran Yesus.[37]
C.      Ajaran Mesias (7:14-23)
Teks ini ditujukan bagi khalayak ramai. Orang Farisi ingin melindungi mereka (khalayak ramai) dari pengaruh Yesus. (14b) Yesus secara tegas memperkenalkan diri sebagai Guru yang meminta perhatian, ketika orang lain datang menyangsikan ajaran-Nya. Teks ini memakai kata kerja ‘mendengar dengan tekun (avkou,sate,); tetap mencamkan (su,nete)’. Maka, ayat 14b mengandung seruan berupa permintaan agar semua orang mendengarkan ajaran Yesus, bukan dari mereka yang datang dari Yerusalem.[38]
(ayat 15) Teks ini membuat suatu pergeseran pertanyaan, dari masalah tangan yang tidak dicuci menjadi pertanyaan apa yang membuat orang najis ? Bagaimana umat Allah mencapai kesucian ? Yesus secara tegas meniadakan tradisi itu. Ucapan yang sungguh mengejutkan bahwa pemisahan antara makanan halal dan najis ditiadakan.[39] Maka ayat 15 ini bersifat khusus, mengapa khusus ? Karena tindakan Yesus yang menonjolkan kesucian hati dengan menghapus hukum mengenai makanan. Maka peranan ayat sebelum (14) dan ayat sesudah (16) menjadi baik. Yesus adalah pemberi hukum Ilahi, karena itu Dia berwenang menyatakan bahwa makanan yang masuk mulut manusia tidak menajiskannya.
Dalam Matius 15:11 - kata-kata yang salah yang keluar dari mulut manusia yang menajiskannya, sedangkan apa yang masuk ke dalam mulut (biarpun itu makanan yang dianggap ‘najis’ menurut tradisi orang Yahudi) tidak menajiskannya.[40] Matius menuliskannya tidak setegas Markus, tetapi keduanya menyampaikan pesan yang mengandung arti yang sama.
Naskah Yunani dan sejumlah terjemahan lainnya mencoret ayat 16.[41] Pesan yang disampaikan ayat ini sejalan dengan pesan yang disampaikan ayat 14. Karena ulah guru-guru manusiawi, orang-orang malah seperti mau dijauhkan dari ajaran-Nya. Rumus yang dipakai mengingatkan kita pada imbauan perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan Yesus (Mrk. 4:9). Dimana Yesus mengutamakan hal mendengar.[42]
Percakapan Yesus kepada murid-murid. Mereka meminta penjelasan mengenai ‘perumpamaan’ yang diucapkan-Nya. Sebenarnya ucapan Yesus ini bukan perumpamaan melainkan lebih mirip sebuah amsal. Sebagaimana dalam Lukas 4:23 (parabolh.berarti ‘amsal’ ‘ucapan berupa kiasan’. Penjelasan diawali teguran kepada para murid (18a). Kita dapat melihat rumus ajaran yaitu ‘apa yang dari luar (makanan) masuk ke dalam manusia, tidak masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perut’, kemudian keluar lagi dari tubuh. Karena bukan makanan yang menajiskan orang, melainkan larangan itu. Ternyata larangan itu ditiadakan, oleh ucapan Yesus. Perkataan Yesus ini mempertegas jabatan-Nya selaku Mesias. Pernyataan ini membuat rasa jengkel terhadap orang Farisi (bnd Mat. 15:12). Yesus mengajar muridnya bahwa orang Farisi suka menganggap dirinya sebagai penuntun ‘orang buta’ (bnd Rm. 2:19), padahal orang Farisi sendirilah yang ‘buta’.[43]
Yang dimaksud ialah akal geladah - rencana yang dibuat manusia dengan maksud melakukan kejahatan. Rancangan berupa “percabulan, perselingkuhan, pembunuhan, pencurian, keserakahan, dsb (21-22). Orang Farisi dan Yahudi juga mengutuk perilaku itu pada umumnya. Tetapi Yesus menegaskan, semua kejahatan itu berakar pada pertimbangan jahat hati manusia. Hati itu tetap ‘jauh dari Allah’ (7:6), itu yang membuat manusia menjadi najis.[44]

V. Skopus

            Orang Farisi dan ahli Taurat datang menemui Yesus bertujuan untuk melanjutkan rangkaian drama mereka, untuk prosedur pendakwaan resmi kepada-Nya. Orang Farisi dan ahli Taurat juga sekaligus untuk memisahkan rakyat yang setia pada hukum Taurat dari seorang Guru. Dalam proses pengadilan, para pendakwa harus melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan yang mereka kecam. Dalam hal ini, kesalahan para murid itu diajukan kepada Yesus, sebab kesalahan itu dibebankan kepada-Nya (7:5).
Yesus menyerang dengan tajam terhadap sikap orang Farisi dan ahli Taurat yang membatalkan firman Tuhan, dengan mengikuti dan memprioritaskan adat-istiadat seta mewariskannya secara terus menerus. Sesungguhnya, orang Farisi dan ahli Taurat hanya menyembah Tuhan dengan bibir mereka, tidak dengan segenap hati mereka. Hal ini sejak dahulu juga telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya – mereka adalah pemimpin buta, yang mengajarkan banyak orang akan hal-hal buta, dan memprioritaskan hal-hal buta tersebut sebagai hormat bagi kemuliaan Tuhan.
Pertanyaan yang diajukan oleh orang Farisi dan ahli Taurat kepada Yesus (yang didalam-Nya kuasa Allah dinyatakan) benar-benar salah alamat. Pemeliharaan adat-istiadat tersebut membawa ketidaktaatan terhadap ‘perintah Allah’. Sesungguhnya mereka mengabaikan kasih kepada Allah! Maka, pokok perhatiannya ialah sebuah perintah besar, perintah Allah yang terutama, yakni agar manusia mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan. Kemudian, Yesus meniadakan peraturan mengenai makanan halal dan najis, dengan menyatakan bahwa kesucian hanya dapat dicapai bilamana hati manusia itu bersih.

3. REFLEKSI

Kontekstualisasi Kesucian Hati, juga diungkapkan dalam Tata Kebaktian Penahbisan Pendeta. Dengan seruan Invocatio “Ya Tuhan Allah, jadikanlah hatiku tahir, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!”[45] Dengan seruan Invocatio dalam Kebaktian Penahbisan Pendeta, dibutuhkan pertolongan Tuhan untuk memperbaharui batin dan menyucikan hati dengan roh yang teguh. Maka, sasaran terhadap kesucian hati menjadi lebih kompleks dan membutuhkan tindakan yang konkret.
Contoh yang sangat melekat dalam kehidupan adalah terbiasa untuk berbohong, bahkan di zaman sekarang ini kata berbohong lebih ditekankan menuju ke arah yang positif menjadi berbohong demi kebaikan seseorang. Kalimat “berbohong demi kebaikan”, menjadi populer di zaman sekarang ini. Tampaknya dengan melakukan kebohongan seolah-olah memberikan hal yang baik dan berguna bagi orang lain.
Bagaimana seseorang menjaga hatinya, menjadikan hatinya suci dengan tidak bersikap sebagai orang munafik adalah penekanan dalam perikop ini. Menjadikan hati bersih dan suci, sehingga tindakan dan perkataan menjadi ibadah. Hal inilah yang sangat dibutuhkan bagi seorang Pendeta, agar setiap perkataan mengandung arti ibadah. Perkataan yang mencerminkan tindakan yang saleh dan dapat dipertanggungjawabkan.

4. PENUTUP

Dengan ini kita mengetahui bahwa apa yang dari luar masuk ke dalam itu tidak menajiskan seseorang, melainkan apa yang keluar dari hatinya yang bermaksud jahat dan penipu itulah yang menajiskannya. Demikian firman Tuhan: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku (Yer. 31: 33).
                                                         




[1] J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013)h. 298
[2] Injil Markus terdapat 661 ayat (11.025 kata), Matius 1.068 ayat (18.293 kata), dan Lukas memiliki 1.149 ayat (19.376 kata). Laporan ini didukung oleh Samuel Benyamin Hakh dalam bukunya Pemberitaan Tentang Yesus.  Pejelasan lebih rinci dari Buku Robert H.Stein, The Synoptic Problem, An Introduction (Grand Rapids Michigan: Baker Book House, 1987)h. 48
[3] Lih. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 163
[4] Samuel B. Hakh, Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil-injil Sinoptik (Bandung : Jurnal Info Media, 2008)h. 88
[5] Tiga Struktur: Setan-setan dilarang untuk membocorkan sifat Mesianisnya (1:34; 3:12); perintah serupa untuk para murid (8:30; 9:9); mereka yang disembuhkan juga mendapat larangan untuk berbicara (1:14; 5:43; 7:36). Jelasnya, Lih. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 162-163.
[6] Seorang tokoh yang menekuni bidang tafsiran Kitab-kitab Injil, sekitar tahun 130 M. Ia berpendapat bahwa Injil Markus merupakan catatan-catatan mengenai kegiatan Petrus. Lih. W.R. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) h. 304-305
[7] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 9-10
[8] Markus bersama Paulus, di masa penahanan Paulus (Kol. 4:10; Flm. 24); sebutan ‘anakku’ kepada Markus (1 Ptr. 5:13). Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011)h. 10
[9] Tan Kim Huat, The Gospel According to Mark (Manila: Asia Theological Association, 2011)h. 9
[10] Robert A. Guelich, World Biblical Commentary : Vol. 34A – Introduction (Texas: Word Books Publisher, 1989) h. XXX; Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 173
[11] Sebutan bagi ahli yang meneliti naskah-naskah Papirus.
[12] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 21-22
[13] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 230
[14] Sherman E. Johnson, The Gospel According to St. Markus (New York: Harper & Brothers Publisher, 1960)h. 130-134
[15] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 22-28
[16] Naskah-naskah tersebut ialah: Naskah B (Vaticanus) dan Naskah Aleph (Sinaiticus)
[17] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 651
[18] Robert A. Guelich, World Biblical Commentary : Vol. 34A – Introduction (Texas: Word Books Publisher, 1989) h. XXXVII
[19] Lih. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 167-171
[20] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 17-18
[21]  Penerjemahan didasarkan pada Kritik Aparatus, yang mengusulkan menyisipkan kalimat  (Ei; tij e;cei w=ta avkou,ein( avkoue,tw), oleh Kodeks Alexandrianus, Kodeks Contrabigiensis, dan Kodeks Washingthonianus.
[22] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 232-233
[23] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 268-273
[24] E. P. Gould, A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel according to St. Mark, ICC (Edinburgh: T&T Clark, 1932) h. 125-126
[25] Lih. William Barclay, The Gospel of Mark (Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1971)h. 165-169; Bnd. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013) h. 298
[26] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 235
[27] Booth R.P., Jesus and the Laws of Purity – Tradition History and Legal in Mark 7 (Sheffield, 1986)
[28] Lih. Nico T. Linden, Cerita Itu Berlanjut (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) h. 71-74
[29] Bnd. Robert A. Guelich, World Biblical Commentary – Mark 1-8:26 (Vol. 34A), h.366
[30] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 242
[31] Kata “u`pokrithj”, dalam Theological Dictionary Of The New Testament, Gerhard Friedrich (ed.) (Grand Rapids: Eedmans Publishing Company, 1972), h. 566
[32] John D. W., Word Biblical Commentary – Isaiah 1-33 (Vol. 24) (Texas: Word Books Publisher, 1985)h. 386
[33] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 242-243
[34] Robert A. Guelich, World Biblical Commentary – Mark 1-8:26 (Vol. 34A) (Texas: Word Books Publisher, 1989)h. 367; Bnd. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011)h. 244
[35] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 245
[36] E.P. Sanders, Jewish Law From Jesus to the Mishnah (Philadelphia: Trinity Press International, 1990)h. 56
[37] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 245-246
[38] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 246-247
[39] Nico T. Linden, Cerita Itu Berlanjut (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008)h. 71-74; Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 247-248
[40] Lih. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013)h. 318-319
[41] Terjemahan NIV (New Internasional Version); ESV (English Standart Version); NRS (New Revised Standard Version).
[42] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 153
[43] Lih. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil Matius Pasal 1-22, h. 302
[44] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus, h. 252-253
[45] Agenda Huria Kristen Batak Protestan.