Tri Joel Putra Simanullang
Kesucian Hati
(Markus 7 : 1-23)
1. PENDAHULUAN
Beberapa kelompok orang dari Yerusalem
datang menemui Yesus untuk memeriksa ajaranNya. Kelompok Farisi yang mau
menjalankan hukum Taurat dengan sangat teliti; kelompok ahli Taurat yang
mempunyai jabatan pengajar agama. Kelompok ini menekankan adat istiadat nenek
moyang. Adat istiadat nenek moyang dalam pemahaman orang Israel, berarti
peraturan-peraturan tambahan yang ditambahkan kepada hukum-hukum yang ditulis
dalam Perjanjian Lama.[1] Unsur
yang akan diangkat dalam pembahasan ini adalah Kesucian Hati. Perikop ini menggambarkan
bahwa hati orang Farisi dan ahli-ahli Taurat adalah jauh dari Tuhan, dengan
melakukan adat-istiadat nenek moyang mereka menutup hatinya dalam terang
perintah Tuhan.
2. PEMBAHASAN
I. Pengantar Injil Markus
Persoalan
sumber Injil Sinoptik, Robert H. Stein melaporkan berdasarkan data bahwa 97.20
persen dari kata-kata dalam Injil Markus sejajar dengan Injil Matius dan 88.4
persen sejajar dengan Injil Lukas.[2] Kemudian,
terdapat suatu temuan yang mengesankan akan Injil Markus sebagai
kristologi theios aner (manusia Ilahi). Dalam konsep
kristologi itu Yesus ditampilkan sebagai Juruslamat Ilahi dalam rupa manusia.
Yang terlibat dalam pembuatan mujizat di antara manusia. Yesus merupakan
kombinasi antara yang Ilahi dengan yang manusiawi. Ia mempunyai hikmat, wibawa,
dan pengetahuan supranatural yang diungkapkan secara selektif akan wahyu Ilahi
kepada orang-orang pilihan
(bnd. Mrk.4:33-34 [3]).[4] Markus
menyajikan tema ‘rahasia Mesianis’ ini dengan tiga struktur gaya yang terjalin
erat.[5] Rangkaian
historis, yang akan menunjukkan suatu sejarah Yesus, yang memberikan suatu
laporan yang dapat dibuktikan secara historis tentang sifat Mesianis dalam
diri-Nya.
Papias[6] sama
sekali tidak merasa sangsi bahwa Markus adalah penulis Injil Markus. Nama
Markus banyak dipakai pada zaman pertengahan abad pertama. Markus yang dimaksud
ialah Yohanes Markus, ibunya bernama Maria (Kis. 12:12-13). Yohanes Markus
adalah tokoh yang terkemuka dalam lingkungan kerja Paulus dan lingkungan
kegiatan Petrus. Salah satu contoh, ketika Yohanes Markus diajak oleh Barnabas
dan Paulus untuk menjadi teman seperjalanan ke Antiokhia (Kis. 12:25; 13:5,13);
Paulus minta tolong kepada Timotius supaya menjemput Markus dan mengajaknya untuk
mengunjungi Paulus (2 Tim. 4:11)[7],
dan sebagainya.[8]
Tentang
pertanyaan kapan Injil Markus ditulis ? Penafsir belum
mendapatkan waktu penulisan dengan secermat mungkin. Kemungkinan terbesar,
Injil Markus ditulis tidak lama sebelum kejatuhan Yerusallem, sekitar tahun
64-68 M.[9]
Berdasarkan pendapat G. Zunz, akan
penasirannya terhadap Markus 13:14 – bahwa Injil Markus ditulis tahun 61 M;
Dengan nas yang sama, M. Hengel berkesimpulan bahwa Markus ditulis tahun 67-69
M.[10] Pada
tahun 1972, seorang Papirolog[11] bernama
O’Callaghan (Spanyol) – sampai pada kesimpulan bahwa Injil Markus sudah ditulis
sekitar tahun 50 M. Pendapat ini didasarkan dengan ditemukannya fragmen-fragmen
Injil Markus milik kelompok Qumran (tegasnya di gua nomor 7).[12]
II. Analisis Literaris
Perikop
Markus 7:1-23, berdiri dari kesatuan yang terpadu. Perikop ini merupakan suatu
bagunan yang dilengkapi dari tiga struktur utama. Ketiga struktur berdiri
secara berhubungan hingga terbentuk bagunan yang mengangkat Kesucian Hati.
Ketiga struktur yang membagun bagunan ini, antara lain :[13]
- Pertanyaan dalam hal makan dengan tangan
najis (7:1-5)
- Jawaban yang bernada kenabian (7:6-13)
- Ajaran Mesias (7:14-23)
Secara struktur, perikop ini ditujukan
kepada – (1-13) Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat; (14-16) Khalayak
ramai; (17-23) Murid-murid.[14]
Secara garis besar, keseluruhan bagunan
kitab Markus memiliki lima struktur utama. Ke-lima struktur ini
mengikutsertakan Markus 16:9-20, sebagai penutup kitab Markus.
Struktur-struktur tersebut, antara lain:[15]
- Permulaan Injil tentang Anak Allah
(1:1-13),
- Sang Kristus di Galilea (1:14-8:26),
- Anak Manusia dalam perjalanan menuju
penderitaan (8:27-14:42),
- Diserahkan ke tangan manusia (14:43-16:8),
- Kebangkitan dan pemberitaan Injil ke
seluruh dunia (16:9-20).
Meskipun, dalam beberapa naskah[16] memandang
kitab Markus terdiri atas empat struktur utama, dengan pasal 16:8 sebagai
penutup kitab Markus.[17] Termasuk
keterangan dalam bagian ‘An Introduction’ dalam buku Word Biblical
Commentary dalam menyusun kronologi kitab Markus.[18] Kemudian,
Willi Marxen memberikan keterangan khusus terhadap penutup kitab Markus, dan
berpendapat bahwa pasal 16:8 sebagai penutup.[19]
III. Analisis Sastra
Jenis Sastra Injil Markus berbentuk
narasi, narasi dari Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis hingga Kenaikan
Yesus. Injil Markus yang kita miliki berbahasa Yunani. Setelah proses
penelitian berlanjut, abad ke-20, bahasa Yunani tersebut sering dianggap
canggung. Karena bahasa Markus dipengaruhi gaya bahasa Semit (tegasnya bahasa
Aram). Seorang ahli H.P. Ruger, mencatat bahwa jumlah perkataan bahasa Aram
dalam Injil Markus cukup besar. Kekhasan Injil Markus dalam Bahasa Aram
terlihat dari ucapan Yesus sendiri, contohnya:[20]
- Abba (14:36). Matius
dan Lukas tidak memakaian kata Aram ini, yang artinya “Bapa”.
- Boanerges (3:17). Julukan kepada Yakobus dan Yohanes, yang artinya “anak-anak guruh”.
- Effatha (7:34). Kitab-kitab Injil lainnya tidak membawakan kisah penyembuhan orang
tuli ini, artinya “terbukalah”.
- Talitha koem(i) (5:41). Matius (9:25) hanya mencatat bahwa Yeus membangkitkan putri Yairus,
Lukas (8:54) juga mencatat perkataan Yesus (“Hai anak, bagunlah!”). Hanya
Markus yang menegaskan bahwa Yesus mengatakannya dalam Bahasa Aram, artinya
“Hai anak, aku berkata kepadamu, bangunlah!”.
Dapat ditarik sebuah dua kesimpulan yang
menarik dan unik, dari bahasa yang digunakan Yesus dalam Injil Markus ini.
Pertama, ketika berhadapan dengan khalayak ramai Yesus memakai Bahasa Yunani.
Kedua, dalam keadaan emosional kadang-kadang Yesus kembali memakai bahasa Aram,
dan ke-empat peristiwa tersebut diatas hanya dihadiri oleh kedua belas murid.
IV. Terjemahan Harfiah
1. Dan sekelompok orang Farisi dan beberapa
ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui-Nya.
2. Lalu mereka melihat beberapa
murid-murid-Nya itu tangannya tidak dibasuh, untuk makan roti mereka.
3. Karena orang-orang Farisi dan seluruh
orang-orang Yahudi, jika tidak mencuci tangan mereka tidak makan, mereka
mengenggam tradisi nenek moyang mereka.
4. Dan jika sebelumnya dari pasar, mereka
tidak makan sebelum membasuh diri mereka, dan banyak lagi genggaman lainnya
yang mereka terima, mencuci cawan dan kendi dan peralatan-peralatan tembaga.
5. Lalu orang-orang Farisi dan ahli-ahli
Taurat bertanya kepada-Nya: Kenapa para murid tidak berjalan sesuai dengan
tradisi para nenek moyang, melainkan makan roti dengan tangan najis?
6. Tetapi jawab-Nya: Benarlah nubuat nabi
Yesaya tentang kamu orang-orang munafik, sebagaimana telah tertulis, karena
bangsa ini menghormati Aku dengan bibir mereka tetapi hati mereka jauh untuk
menerima Aku.
7. Dengan sia-sia mereka beribadah kepada-Ku,
tetapi mengajarkan ajaran (perintah) manusia.
8. Perintah Allah telah kamu abaikan untuk
mengenggam tradisi manusia.
9. Dan berkatalah Dia: Benarlah kamu sekalian
menolak perintah Allah, hanya untuk berdiri dengan tradisimu.
10. Karena Musa telah berkata: hormatilah ayahmu dan
ibumu, dan yang berbicara jahat kepada ayah dan ibunya harus mati.
11. Tetapi kamu berkata: jika seorang berkata kepada ayah
atau ibunya: yang ada padaku sudah digunakan untuk Korban, pemberian kepadaNya
12. Dengan itu kamu membiarkan untuk tidak berbuat sesuatu
kepada ayah atau ibumu.
13. Dengan itu Firman Allah kamu khianati demi tradisi
kamu. Dan banyak hal seperti itu yang kamu lakukan.
1 14. Lalu memanggil lagi orang banyak dan
berkatalah Dia kepada mereka: semuanya
dengarlah Aku dan mengertilah.
15. Tidak ada yang dari luar yang telah masuk ke dalam
seseorang mampu menajiskannya, melainkan yang keluar dari seseorang yang
membuatnya najis.
16. Jika seseorang mempunyai telinga untuk mendengar,
hendaklah ia mendengar.[21]
17. Lalu ketika Dia pergi dari orang banyak masuk ke dalam
sebuah rumah, murid-murid bertanya kepada-Nya tentang perumpamaan itu.
18. Lalu Dia menjawab: Dan apakah kamu tidak mengerti ?
tidak mengertikah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam
seseorang tidak bisa membuatnya najis,
19. Karena bukan yang masuk ke dalam hati melainkan ke
dalam perut, lalu dibuang ke kakus? Dia menyatakan semua makanan halal.
20. Tetapi Dia berkata: Bahwa yang keluar dari seseorang,
yang membuat seseorang menjadi najis.
21. Karena dari dalam dari hati seseorang keluar
pikiran-pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,
22. Perzinahan, iri hati, kejahatan, hawa nafsu,
keserakahan (tidak bermoral), penghujatan, kesombongan, kebebalan.
23. Semua kejahatan ini berasal dari dalam,
yang menajiskan seseorang.
IV. Tafsiran
A. Pertanyaan dalam hal
makan dengan tangan najis (7:1-5)
Dua kelompok orang secara bersama-sama (suna,gontai) datang menemui Yesus, yaitu orang Farisi dan beberapa
Ahli Taurat.
Pertanyaan yang mereka bawa dari Yerusalem
merupakan langkah menuju pendakwaan terhadap Yesus. Sebelumnya, mereka
memfitnah Yesus, seakan-akan memiliki hubungan dengan Beelzebul (Mrk. 3:22).
Mereka menyaksikan (bahkan mengecam) penyembuhan orang lumpuh (Mrk. 2:7; Luk.
5:17). Orang Farisi juga sudah membuka jalan menuju proses pengadilan,
mengangkat persoalan hari Sabat (Mrk. 2:24; 3:2). Kemudian, tindakan orang
Farisi di Galilea ini menghasilkan suatu persekongkolan dengan orang Herodian
(Mrk. 3:6), guna untuk membunuh Yesus.[22]
Kemudian, rangkaian drama ini dilanjutkan
pada (8: 11-13) – orang Farisi yang bersoal jawab dengan Yesus, agar Yesus
memberikan tanda dari Surga. Kemudian, dilanjutkan penjelasan tentang Ragi yang
mengibaratkan sifat Orang Farisi dan Herodes (8: 14-21).[23]
Teguran kaum Farisi kepada murid Yesus
sewaktu makan roti (a;rtouj, tidak tampak dalam LAI), mereka makan roti dengan
‘tangan biasa’, ‘lazim’ (koinai/j). Penjelasan ini ditambahkan ‘yang tidak dibasuh’.
Dengan mencuci, tangan seolah-olah “dikhususkan” agar dapat menyentuh makanan.
Dengan kata sifat biasa/najis (koinoj), menjalin hubungan ayat
ini dengan perkataan Yesus mengenai segala sesuatu yang “menajiskan” manusia
(7:15-23).[24]
Pandangan orang Yahudi, melakukan tradisi
‘mencuci tangan’ tidak mempunyai hubungan dengan kesehatan tubuh, melainkan
menjadi bersih dari kenajisan yang mungkin disentuh. Kenajisan itu dijauhkan
dengan membasuh tangan, sehingga mereka tetap bersih dihadapan Tuhan.[25]
Markus menuliskan
tradisi ‘mencuci tangan’ oleh orang Farisi ditaati oleh seluruh orang Yahudi
yang datang ke Yerusalem, bukan seluruh orang Yahudi di seluruh dunia. Pendengar
sebahagian besar tidak termasuk bangsa Yahudi, tetapi mengenal Kitab Suci,
yaitu hukum Taurat dan kitab-kitab para nabi. Tetapi, kurang mengenal tradisi
nenek moyang guna merangsang hidup sesuai dengan hukum Musa. Maka, ayat 3-4
diberi keterangan tambahan akan tradisi nenek moyang tersebut.[26]
Booth mengadakan penelitian luas mengenai
kebiasaan ini, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan tidak di sebut dalam
sumber mengenai agama Yahudi dalam abad pertama M.[27] Pendapat
ini juga didukung oleh Nico Ter Linden. Linden berpendapat bahwa Kaum Farisi
menjadikan ‘mencuci tangan’ sebagai aturan sehari-hari, tradisi ini bukan
tradisi tua. Tradisi ini dikhususkan bagi para musafir dalam perjalanan menuju
rumah ibadat.[28]
Pertanyaan orang Farisi mempersalahkan
para murid karena tidak menaati adat istiadat nenek moyang. Dalam hal ini,
orang Farisi menjadikan ukuran manusia (adat-istiadat) menjadi pedoman dalam
mengukur Yesus.[29]
B. Jawaban yang bernada kenabian (7:6-13)
Jawaban Yesus tidak langsung menanggapi
pertanyaan kaum Farisi, melainkan di latar belakangi ‘bahwa situasi yang
dihadapi Yesus membuat penggenapan akan nubuat nabi Yesaya’.
Sikap ini Yesus tidak hanya ditujukan
kepada para pemimpin yang bersandiwara itu (orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat)
–yang memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku (7:6b).[30]
Mereka adalah u`pokrithj – Orang-orang munafik, mereka sangat
menggelegar dengan perkataan-perkataan yang sangat saleh. Memainkan peran yang
sangat mulia namun semuanya adalah keburukan yang disembunyikan. Sesuatu hal,
yang masih teka-teki atau belum jelas digambarkan melalui tindakan. Orang-orang
munafik mendapat kegagalan untuk melakukan kehendak Allah, mereka bersembunyi
dengan perilaku kesalehan.[31]
Yesaya 29:13 adalah kata pembukaan sebuah
pengumuman mengenai hukuman yang akan menimpa para nabi dan para pelihat (Yes.
29:10). Mereka adalah pemimpin yang matanya dibutakan. Dengan memiliki pimpinan
yang demikian, yang “hikmatnya hilang” dan “kearifannya tersembunyi”, merupakan
hukuman yang dikenakan kepada bangsa yang memuliakan Tuhan hanya atas
tradisi/perintah manusia (Yes. 29:14).[32] Kitab
Yesaya ini sejalan dengan situasi yang dialami Yesus saat itu, ketika Yesus
mencela ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Para ahli Taurat dan orang
Farisi mendatangi Yesus dan mengecam dengan menjadikan landasan tradisi mereka
sebagai jerat bagi-Nya.[33]
Perintah Allah yang dimaksud, bukan (nomoj) atau perintah-perintah (plural). Melainkan (evntolh.n – singular), yang mengacu pada perintah
Allah yang terutama. Perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan
dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.[34]
Titah
kelima diakui oleh orang Farisi dan ahli Taurat. Menurut ajaran mereka (11-12),
harta yang dapat digunakan untuk mengasihi orang tua tidak perlu diberikan,
asal mereka mempersembahkankannya kepada Tuhan dengan mengucapkan kata kurban (persembahan
kepada Allah).[35]
Kata Kurban (Mrk. 7: 9-13); (Mat. 15:3-6).
Yesus, dituduh melanggar 'tradisi (parado,sij) dari para tua-tua' dengan tidak
mengharuskan muridnya untuk mencuci tangan mereka (7:5), menanggapi dengan
mengatakan bahwa 'tradisi' dari para ahli Taurat dan orang Farisi memungkinkan
pelanggaran yang ditulis: Alkitab memerintahkan menghormati ayah dan ibu,
tetapi tradisi mereka memungkinkan anak untuk memberitahukan kepada orang
tuanya bahwa uang atau harta mereka berati Kurban bagi Allah. Ini berarti
setiap anak berutang kepada kuil.[36]
“Banyak hal seperti itu” dilakukan oleh
orang Farisi dan ahli Taurat (13). Dengan demikian firman Allah mereka batalkan (avkurou/ntej, bnd. Gal. 3:17) melalui “adat-istiadat (th/| parado,sei) yang diwariskan (h-| paredw,kate)”. Acuan ganda yang memakai
dua kali dari rumpun yang sama – menonjolkan prioritas adat-istiadat manusia
terhadap hormat bagi Tuhan. Sesuai dengan nubuat Yesaya – pemimpin buta seperti
itu merupakan hukuman Allah yang ditimpakan kepada bangsa yang menghormati
Allah hanya dengan bibir, dan yang menjauhkan hati dari ajaran Yesus.[37]
C. Ajaran Mesias (7:14-23)
Teks ini ditujukan bagi khalayak ramai.
Orang Farisi ingin melindungi mereka (khalayak ramai) dari pengaruh Yesus.
(14b) Yesus secara tegas memperkenalkan diri sebagai Guru yang meminta
perhatian, ketika orang lain datang menyangsikan ajaran-Nya. Teks ini memakai
kata kerja ‘mendengar dengan tekun (avkou,sate,); tetap mencamkan (su,nete)’. Maka, ayat 14b mengandung seruan berupa permintaan
agar semua orang mendengarkan ajaran Yesus, bukan dari mereka yang datang dari
Yerusalem.[38]
(ayat 15) Teks ini membuat
suatu pergeseran pertanyaan, dari masalah tangan yang tidak dicuci menjadi
pertanyaan apa yang membuat orang najis ? Bagaimana umat Allah
mencapai kesucian ? Yesus secara tegas meniadakan tradisi itu.
Ucapan yang sungguh mengejutkan bahwa pemisahan antara makanan halal dan najis
ditiadakan.[39] Maka
ayat 15 ini bersifat khusus, mengapa khusus ? Karena tindakan Yesus yang
menonjolkan kesucian hati dengan menghapus hukum mengenai
makanan. Maka peranan ayat sebelum (14) dan ayat sesudah (16) menjadi baik.
Yesus adalah pemberi hukum Ilahi, karena itu Dia berwenang menyatakan bahwa
makanan yang masuk mulut manusia tidak menajiskannya.
Dalam Matius 15:11 - kata-kata yang salah
yang keluar dari mulut manusia yang menajiskannya, sedangkan apa yang masuk ke
dalam mulut (biarpun itu makanan yang dianggap ‘najis’ menurut tradisi orang
Yahudi) tidak menajiskannya.[40] Matius
menuliskannya tidak setegas Markus, tetapi keduanya menyampaikan pesan yang
mengandung arti yang sama.
Naskah Yunani dan sejumlah terjemahan
lainnya mencoret ayat 16.[41] Pesan
yang disampaikan ayat ini sejalan dengan pesan yang disampaikan ayat 14. Karena
ulah guru-guru manusiawi, orang-orang malah seperti mau dijauhkan dari
ajaran-Nya. Rumus yang dipakai mengingatkan kita pada imbauan
perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan Yesus (Mrk. 4:9). Dimana Yesus
mengutamakan hal mendengar.[42]
Percakapan Yesus kepada murid-murid.
Mereka meminta penjelasan mengenai ‘perumpamaan’ yang diucapkan-Nya. Sebenarnya
ucapan Yesus ini bukan perumpamaan melainkan lebih mirip sebuah amsal.
Sebagaimana dalam Lukas 4:23 (parabolh.) berarti ‘amsal’ ‘ucapan berupa kiasan’. Penjelasan
diawali teguran kepada para murid (18a). Kita dapat melihat rumus ajaran yaitu
‘apa yang dari luar (makanan) masuk ke dalam manusia, tidak masuk ke dalam hati
tetapi ke dalam perut’, kemudian keluar lagi dari tubuh. Karena bukan makanan
yang menajiskan orang, melainkan larangan itu. Ternyata larangan itu
ditiadakan, oleh ucapan Yesus. Perkataan Yesus ini mempertegas jabatan-Nya
selaku Mesias. Pernyataan ini membuat rasa jengkel terhadap orang Farisi (bnd
Mat. 15:12). Yesus mengajar muridnya bahwa orang Farisi suka menganggap dirinya
sebagai penuntun ‘orang buta’ (bnd Rm. 2:19), padahal orang Farisi sendirilah
yang ‘buta’.[43]
Yang dimaksud ialah akal geladah - rencana
yang dibuat manusia dengan maksud melakukan kejahatan. Rancangan berupa “percabulan,
perselingkuhan, pembunuhan, pencurian, keserakahan, dsb (21-22). Orang Farisi
dan Yahudi juga mengutuk perilaku itu pada umumnya. Tetapi Yesus menegaskan,
semua kejahatan itu berakar pada pertimbangan jahat hati manusia. Hati itu
tetap ‘jauh dari Allah’ (7:6), itu yang membuat manusia menjadi najis.[44]
V. Skopus
Orang Farisi dan ahli Taurat datang menemui Yesus bertujuan untuk
melanjutkan rangkaian drama mereka, untuk prosedur pendakwaan resmi kepada-Nya.
Orang Farisi dan ahli Taurat juga sekaligus untuk memisahkan rakyat yang setia
pada hukum Taurat dari seorang Guru. Dalam proses pengadilan, para pendakwa
harus melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan yang mereka kecam. Dalam hal
ini, kesalahan para murid itu diajukan kepada Yesus, sebab kesalahan itu
dibebankan kepada-Nya (7:5).
Yesus menyerang dengan tajam terhadap
sikap orang Farisi dan ahli Taurat yang membatalkan firman Tuhan, dengan
mengikuti dan memprioritaskan adat-istiadat seta mewariskannya secara terus
menerus. Sesungguhnya, orang Farisi dan ahli Taurat hanya menyembah Tuhan
dengan bibir mereka, tidak dengan segenap hati mereka. Hal ini sejak dahulu
juga telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya – mereka adalah pemimpin buta, yang
mengajarkan banyak orang akan hal-hal buta, dan memprioritaskan hal-hal buta
tersebut sebagai hormat bagi kemuliaan Tuhan.
Pertanyaan yang diajukan oleh orang Farisi
dan ahli Taurat kepada Yesus (yang didalam-Nya kuasa Allah dinyatakan)
benar-benar salah alamat. Pemeliharaan adat-istiadat tersebut membawa
ketidaktaatan terhadap ‘perintah Allah’. Sesungguhnya mereka mengabaikan kasih
kepada Allah! Maka, pokok perhatiannya ialah sebuah perintah besar, perintah
Allah yang terutama, yakni agar manusia mengasihi Dia dengan segenap hati dan
dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan. Kemudian, Yesus meniadakan
peraturan mengenai makanan halal dan najis, dengan menyatakan bahwa kesucian hanya
dapat dicapai bilamana hati manusia itu bersih.
3. REFLEKSI
Kontekstualisasi Kesucian Hati, juga
diungkapkan dalam Tata Kebaktian Penahbisan Pendeta. Dengan seruan Invocatio
“Ya Tuhan Allah, jadikanlah hatiku tahir, dan perbaharuilah batinku dengan roh
yang teguh!”[45] Dengan
seruan Invocatio dalam Kebaktian Penahbisan Pendeta, dibutuhkan pertolongan
Tuhan untuk memperbaharui batin dan menyucikan hati dengan roh yang teguh.
Maka, sasaran terhadap kesucian hati menjadi lebih kompleks dan membutuhkan
tindakan yang konkret.
Contoh yang sangat melekat dalam kehidupan
adalah terbiasa untuk berbohong, bahkan di zaman sekarang ini kata berbohong
lebih ditekankan menuju ke arah yang positif menjadi berbohong demi kebaikan
seseorang. Kalimat “berbohong demi kebaikan”, menjadi populer di zaman sekarang
ini. Tampaknya dengan melakukan kebohongan seolah-olah memberikan hal yang baik
dan berguna bagi orang lain.
Bagaimana seseorang menjaga hatinya,
menjadikan hatinya suci dengan tidak bersikap sebagai orang munafik adalah
penekanan dalam perikop ini. Menjadikan hati bersih dan suci, sehingga tindakan
dan perkataan menjadi ibadah. Hal inilah yang sangat dibutuhkan bagi seorang
Pendeta, agar setiap perkataan mengandung arti ibadah. Perkataan yang
mencerminkan tindakan yang saleh dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. PENUTUP
Dengan ini kita mengetahui bahwa apa yang
dari luar masuk ke dalam itu tidak menajiskan seseorang, melainkan apa yang
keluar dari hatinya yang bermaksud jahat dan penipu itulah yang menajiskannya.
Demikian firman Tuhan: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan
menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka
akan menjadi umat-Ku (Yer. 31: 33).
[1] J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil
Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013)h. 298
[2] Injil Markus terdapat 661 ayat (11.025
kata), Matius 1.068 ayat (18.293 kata), dan Lukas memiliki 1.149 ayat (19.376
kata). Laporan ini didukung oleh Samuel Benyamin Hakh dalam bukunya Pemberitaan Tentang
Yesus. Pejelasan lebih rinci dari Buku Robert H.Stein, The Synoptic Problem, An
Introduction (Grand Rapids Michigan: Baker Book House, 1987)h. 48
[3] Lih. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian
Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 163
[4] Samuel B. Hakh, Pemberitaan Tentang
Yesus Menurut Injil-injil Sinoptik (Bandung : Jurnal Info Media, 2008)h. 88
[5] Tiga Struktur: Setan-setan dilarang untuk membocorkan
sifat Mesianisnya (1:34; 3:12); perintah serupa untuk para murid (8:30; 9:9);
mereka yang disembuhkan juga mendapat larangan untuk berbicara (1:14; 5:43;
7:36). Jelasnya, Lih. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2009) h. 162-163.
[6] Seorang tokoh yang menekuni bidang
tafsiran Kitab-kitab Injil, sekitar tahun 130 M. Ia berpendapat bahwa Injil
Markus merupakan catatan-catatan mengenai kegiatan Petrus. Lih. W.R. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007) h.
304-305
[7] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 9-10
[8] Markus bersama Paulus, di masa penahanan
Paulus (Kol. 4:10; Flm. 24); sebutan ‘anakku’ kepada Markus (1 Ptr. 5:13). Lih.
Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011)h. 10
[9] Tan Kim Huat, The Gospel According to
Mark (Manila: Asia Theological Association, 2011)h. 9
[10] Robert A. Guelich, World Biblical
Commentary : Vol. 34A – Introduction (Texas: Word Books Publisher, 1989) h. XXX; Willi
Marxen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 173
[11] Sebutan bagi ahli yang meneliti
naskah-naskah Papirus.
[12] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 21-22
[13] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 230
[14] Sherman E. Johnson, The Gospel According to
St. Markus (New York: Harper & Brothers Publisher, 1960)h. 130-134
[15] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 22-28
[16] Naskah-naskah tersebut ialah: Naskah B
(Vaticanus) dan Naskah Aleph (Sinaiticus)
[17] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 651
[18] Robert A. Guelich, World Biblical
Commentary : Vol. 34A – Introduction (Texas: Word Books Publisher, 1989) h. XXXVII
[19] Lih. Willi Marxen, Pengantar Perjanjian
Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) h. 167-171
[20] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 17-18
[21] Penerjemahan didasarkan pada Kritik
Aparatus, yang mengusulkan menyisipkan kalimat (Ei; tij e;cei w=ta avkou,ein( avkoue,tw), oleh Kodeks Alexandrianus, Kodeks Contrabigiensis, dan Kodeks
Washingthonianus.
[22] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) h. 232-233
[23] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 268-273
[24] E. P. Gould, A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel
according to St. Mark, ICC (Edinburgh: T&T Clark, 1932) h. 125-126
[25] Lih. William Barclay, The Gospel of Mark (Edinburgh: The Saint
Andrew Press, 1971)h. 165-169; Bnd. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil
Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013) h. 298
[26] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 235
[27] Booth R.P., Jesus and the Laws of Purity – Tradition History and
Legal in Mark 7 (Sheffield, 1986)
[28] Lih. Nico T. Linden, Cerita Itu Berlanjut (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008) h. 71-74
[29] Bnd. Robert A. Guelich, World Biblical
Commentary – Mark 1-8:26 (Vol. 34A), h.366
[30] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 242
[31] Kata “u`pokrithj”, dalam Theological Dictionary Of The New Testament, Gerhard Friedrich (ed.) (Grand Rapids: Eedmans Publishing Company, 1972),
h. 566
[32] John D. W., Word Biblical Commentary – Isaiah 1-33 (Vol. 24) (Texas: Word Books
Publisher, 1985)h. 386
[33] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 242-243
[34] Robert A. Guelich, World Biblical
Commentary – Mark 1-8:26 (Vol. 34A) (Texas: Word Books Publisher, 1989)h. 367; Bnd. Jacob
V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011)h. 244
[35] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 245
[36] E.P. Sanders, Jewish Law From Jesus to
the Mishnah (Philadelphia: Trinity Press International, 1990)h. 56
[37] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 245-246
[38] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 246-247
[39] Nico T. Linden, Cerita Itu Berlanjut (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008)h. 71-74; Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut Petrus (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011) h. 247-248
[40] Lih. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil
Matius Pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013)h. 318-319
[41] Terjemahan NIV (New Internasional
Version); ESV (English Standart Version); NRS (New Revised Standard Version).
[42] Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 153
[43] Lih. J. J. De Heer, Tafsiran Alkitab - Injil
Matius Pasal 1-22, h. 302
[44] Lih. Jacob V. Brugen, Markus, Injil Menurut
Petrus, h. 252-253
[45] Agenda Huria Kristen Batak Protestan.